17 January 2012

Teruntuk Senyum


A smile costs nothing but gives much. It enriches those who receive without making poorer those who give. It takes but a moment, but the memory of it sometimes lasts forever. None is so rich or mighty that he cannot get along without it and none is so poor that he cannot be made rich by it. Yet a smile cannot be bought, begged, borrowed, or stolen, for it is something that is of no value to anyone until it is given away. Some people are too tired to give you a smile. Give them one of yours, as none needs a smile so much as he who has no more to give.
- Unknown
Kepada senyum, yang kabarnya bisa membuat itik buruk rupa menjadi cantik jelita.

Dear senyum,

Bagaimana rasamu hari ini? Manis? Getir? Masam? Ah, apa pun rasamu itu lebih baik dari bibir yang melengkung ke bawah.

Begini. Aku menyuratimu hari ini karena aku butuh alasan untuk tersenyum. Salah ya? Seharusnya kamu adalah penyebab bahagia itu datang. Begitu yang aku baca kemarin, entah di mana.

Kamu jangan gedhe rumangsa dulu. Aku sendiri berpendapat, hanya manismu saja yang mengundang bahagia. Sementara bagianmu yang pahit malah mengundang rasa bersalah. Dan rasa asammu bisa membuat belimbing wuluh rendah diri. Dan untuk membuatnya enak lagi, butuh kamu yang banyak sebagai bahan manisan. Caranya? Duh. Nanti kamu tanyakan pada orang lain saja ya? Aku tidak pandai mengolah makanan. Jangan katakan itu pada calon suamiku nanti. Siapa pun orangnya.

Senyum,

Kamu pernah dengar tentang “Hukum Ketertarikan”? Belum? Kalau buku “The Secret” karya Rhonda Byrne sudah pernah baca? Sudah kan? Nah iya. Jadi, menurut teori pengarangnya: Kalau kita menarik pikiran yang baik pasti yang datang hal yang baik juga. Begitu pun sebaliknya. Dan tanpa kamu, mana mungkin ada pikiran baik yang sudi duduk di dalam kepala untuk berbincang menikmati secangkir kopi aroma melati? Hidup adalah cermin. Yang terbaik akan terjadi saat kita tersenyum.

Sebenarnya, senyum, manusia banyak memiliki alasan untuk menangis daripada tersenyum. Lebih banyak sebab untuk memalingkan muka dari kamu, ketimbang memasang kamu di wajah kami. Termasuk wajahku. Karena pada dasarnya manusia itu jarang bersyukur.

Lebih banyak yang gagal daripada yang berhasil.
Lebih banyak yang kesepian daripada yang hatinya hangat.
Lebih banyak yang sendiri daripada yang berdua.
Lebih banyak yang tidak punya daripada yang berkelimpahan.

Kamu tentu paham betul tentang hal ini. Ada koran, ada berita di televisi, ada Twitter. Ah. Twitter. Saksi bisu yang bersuara tentang betapa sukarnya bersyukur.
Dear senyum,

Aku mau minta tolong: Ingatkan aku selalu padamu setiap kali aku ingin menangis. Boleh? Aku mau mendatangkan hal-hal yang baik dalam hidupku, bahkan yang belum pernah aku pikirkan sebelumnya. Kamu adalah asisten semesta. Tolong bantu dia untuk membantu aku. Terima kasih sebelumnya.

Sudah dulu ya, senyum. Ini aku sudah seperti gila tersenyum terus dari tadi karena kamu. Haha. Tapi lebih baik dianggap gila sih, daripada terlihat waras tapi hancur di dalam?

Oh ya. Kamu boleh datang kapan saja. Saat aku bicara, saat aku mengunyah makanan, saat aku dikritik dan dicerca, bahkan saat aku tidur. The ultimate privilege is yours, senyum. Bibirku siap menerimamu kapan saja. Haha. Koq jadi terdengar ambigu ya kalimat tadi? :D

Aku sayang kamu. Tolong terus ganggu aku.

*pulas lipstik di bibir* *telunjuk di pipi kanan*



dikirim oleh @dear_connie

No comments:

Post a Comment