17 January 2012

Kepada Yts. Pangeran Sepanjang Masa

Kepada
Yts. Pangeran Sepanjang Masa
di
Tiap Amin-ku


Bekasi, 16 Januari 2012

Sayang, apa kabar?
Ini aku, cahaya yang redup semenjak hilangnya jejakmu dari pandanganku. Kita memang lama tidak saling memberi kabar, Sayang. Ada satu pertanyaan yang lama ingin ku tanyakan padamu. Tahukah kamu bagaimana terang atau redupnya perasaan merindu? Ya, rindu itu seperti api. Kamu pemantiknya. Ketika aku merasa merindukanmu cahaya itu menyala. Semakin besar rinduku, semakin besar cahaya yang dihasilkannya.

Sayang, apa kabar?
Cahayaku redup semenjak hilangnya harummu dari endusan napasku. Udara semakin panas belakangan ini. Apa gerangan penyebabnya, Sayang? Udara jadi malas bergerak rasanya. Setiap malam, aku menitipkan rindu untukmu pada udara. Lalu, ia kembali pada pagi hari bersama dinginnya embun. Rupanya kamu tidak menerima rinduku. Entah angin membawa kemana udara yang ku titipkan rindu itu. Mungkin ia tersesat. Lain kali, terima saja. Agar aku dapat bernapas lebih layak.

Sayang, apa kabar?
Cahaya ini ada saat pertama bertemu denganmu, Sayang. Saat kali pertama aku melihatmu di antara warna merah jambu. Ada jarak yang memisahkan bernama angkatan. Kamu di depan dan aku di belakang. Aku dengarkan kamu sebagaimana kawan-kawan baruku. Itulah titik awalnya, dimana aku jadi ingin lebih tahu tentangmu. Tentang bagaimana bersyukurnya aku dapat melihat ciptaan-Nya yang indah.

Sayang, apa kabar?
Ada cahaya terbawa ke mana-mana. Di antara orang-orang yang terlambat makan siang. Juga ada di antara pemancar sinyal-sinyal pesan singkat. Di sudut deretan orang yang menunggu sesuatu --entah untuk apa dan siapa. Sebagian lagi di ujung gelas es teh kita. Dan terus saja ada dimana-mana. Terutama sebagai prakata saat aku mulai asyik bercerita pada Sang Maharaja.

Sayang, apa kabar?
Cahaya tentu butuh pemantik untuk menyalakannya. Ingatlah, cahaya ini akan semakin hilang. Terlebih ia terus saja terkena tetesan air mata seorang perindu. Hingga malam terisi penuh atas doa, lalu pagi mengantarkan embun untuk kembali dibuka dengan doa untukmu, Sayang. Sedikit ku selipkan doa: kamu sudah menjadi pangeranku di masa lalu, ada di masa kini, dan ku harap dapat terajut di masa nanti. Dalam hati, ku sebut pelan namamu saat berkata..
Amin.


Tertanda,
Perindu Cahaya (-atau Cahaya Perindu?)

oleh: .
diambil dari: http://nopeanything.multiply.com/

No comments:

Post a Comment