17 January 2012

Untuk Jiwa yang Tak Terpenjara

16 Januari 2012

Namamu Kirana, wanita tuna susila yang ku kenal lewat seorang teman. Kepadamu surat ini kutuliskan.

Semalam pukul delapan, di sebuah restoran ada kita yang berhadapan. Kamu hadir dengan wajah penuh riasan dan gincu yang belepotan. Kita hanyut dalam percakapan ringan mulai dari keseharian, sosial, politik, sampai soal kemanusiaan yang terabaikan. Menyenangkan. Itu yang terlintas dalam benak setiap kali untaian-untaian tutur cerdas keluar dari bibirmu.

Kamu bertanya kapan kita akan memulainya, aku tidak menggubrisnya karena yang kuinginkan hanya obrolan pelepas penat. Aku hanya ingin berbincang bukan melampiaskan nafsu seperti binatang.

Malam itu kamu menyindirku yang seperti babu karena terjebak dalam pemikiran linier. Aku menjawab pasrah perkataanmu yang benar, aku pelacur dalam sistem. Berbeda denganmu, kamu memang menjual dirimu tapi tetap membebaskan jiwamu. Kamu tidak terikat dengan sistem. Kamu adalah jiwa-jiwa yang tidak terpenjara.

Dalam suratku ini aku mengutuk mereka yang mengatakan kamu pelacur, wanita jalang dan umpatan lainnya yang mereka hafal. Mengutuk mereka yang menyebutmu wanita berdosa, makhluk-Nya paling laknat. Karena seperti katamu, merekalah yang sesungguhnya pelacur karena terkurung dalam pemikiran kolot. Merekalah yang bisa jadi berdosa karena mendaulat diri sebagai Tuhan dengan menyebutmu berdosa. Untuk pernyataanku kedua aku mengatakan “bisa jadi” karena aku tak ingin seperti mereka yang memberi label dosa dengan mudah.

Teruntuk Kirana, terimakasih atas obrolan semalam soal kebebasan, sampai jumpa lagi di ujung jalan.

“Kamu, aku dan kita bukan orang suci

Karena kesucian hanya milik-Nya yang abadi”

-JD-



Oleh:

Diambil dari: http://jaydewar.tumblr.com

No comments:

Post a Comment