21 January 2012

Surat Kaleng untuk @Pancer_boim

Hei  Alis Tebal….!

Tertuju : @Pancer_boim

Hei….
Sejujurnya aku terlalu gugup membayangkan kata ‘hei’ meluncur dari mulutku saat aku, kamu, berpas-pasan di anak tangga gedung kampus kita. Seperti adegan-adegan FTV yang berakhir dengan pelukan bahagia dan senyum lebar yang tak kalah menyenangkan itu.

Sama gugupnya ketika jemariku mengikuti pikiranku untuk merangkai kata menjadi kalimat yang dapat mewakili perasaan ini kepadamu. Lebih tepatnya cerita yang tak kalah serunya dari FTV-FTV tersebut.
Lazimnya sebuah surat, ijinkan aku menyapamu dengan sapaan, Hei alis tebal ! Apakabar harimu?

Apakah kamu masih tertidur pulas setelah sepanjang malam matamu terbuka demi sebuah pertandingan bola. Atau mungkin kamu masih asyik berdebat dengan teman-temanmu mengenai hasil pertandingan semalam. Atau kamu telah bangun dan menikmati secangkir kopi dan manisnya nikotin yang bertengger di bibirmu. * maafkan aku yang telah berani menerka-nerka kegiatanmu hari ini.

Dan, ijinkan aku bercerita melalui surat ini.

Aku tidak tahu kapan pertama kali melihatmu dan mulai kagum padamu. Satu hal yang aku tahu, aku melewati beberapa semester bersamamu dan mengabaikan kehadiranmu di ruangan kelas yang sangat riuh oleh teman-temanmu. Aku hampir tak mengenalmu saat kamu menyapaku di depan mushola kampus. Tertegun dengan wajahmu yang masih bersimbah air wudhu’.

Mengagumkan. *Aku masih bisa mengabaikanmu saat itu.

Tapi aku tak kuasa saat mengetahui kamu tiba-tiba ‘me-like’ salah satu foto termanisku (menurutku) di account facebookku. Aku kembali tertegun, kali ini dengan rangkaian pertanyaan. Kamu bukan teman terdekatku, juga bukan teman yang saling berbagi cerita ataupun teman saling meminjam buku. Kita hanya terangkai sebatas kalimat “ Hei….” atau ukiran senyum saat tak sengaja berpas-pasan di setiap sudut kampus yang kita lalui dan pertanyaan basa-basi: “ Kuliah apa?” atau “Abis kuliah apa?”

Mengejutkan.

Yup, mengejutkan bagiku. Secara refleks, seperti puzzle-puzzle, potongan-potongan adegan dimana ada aku dan kamu hadir dipikiranku. Kamu yang menyapaku di anak tangga saat kita tak sengaja bertemu. Kamu yang tersenyum saat aku melewati tubuhmu yang sedang nongkrong di café kampus.

Kamu kembali membuatku tersadar pada rasa tertegunku yang pertama kali pada sosokmu. Aku tak bisa munafik, kalau aku menyukaimu. Secara fisik, aku mengagumimu yang memiliki alis tebal nan indah. Secara karakter, kamu tergolong cowok baik-baik.

Tapi, entah kenapa aku berusaha untuk kembali mengabaikanmu. Hal biasa kalau soal ‘like-like’ tak jelas itu. Aku saja yang terlalu kege-eran. Sayangnya, justru bermula dari itu aku menyukaimu. Seberapa pun usahaku untuk mengabaikanmu dengan melihat ‘trakrecord’ caramu menulis status di FB terkesan curhat, atau melihat caramu berfoto terkesan ‘gaya’. Dan, selama ini aku tidak terlalu menyukai pria yang suka curhat maupun terlalu ‘gaya’.

Aku tak kuasa menahan ‘rasa’ku kepadamu. Aku menyukaimu. Aku sengaja mampir ke café sekedar membeli lolipop (Padahal aku tidak menyukai permen bertangkai tersebut) atau air mineral hanya untuk dapat melihat wajahmu. Aku tak kuasa lagi mengucapkan kata ‘Hei’ kepadamu seperti biasanya. Aku tak mengerti kenapa mulutku berat untuk menyapamu diantara degup jantung yang mengiringi adegan dimana aku ‘berusaha’ melihat ke arahmu.

Aku berubah menjadi ‘Stalker’ , sesuatu yang paling aku benci. Diam-diam setiap malam mengintip facebookmu dan menyelusuri koleksi foto-fotomu. Aku juga ‘memantau’ twittermu yang sepertinya tak tersentuh itu. Terkadang, aku sengaja ‘miscall’ nomormu dengan private number hanya sekedar mendengar suaramu.

Terlalu gila. Itu yang aku rasakan saat menyadari, ternyata aku menyukaimu. Tapi, bagiku CINTA adalah ketika logika dan hati berjalan seiringan dengan mesra.

Ketika hatiku terpaut pada sosokmu, (berusaha) logika melepaskan tautan itu. Aku masih belum sanggup menerima kemungkin-kemungkin yang akan terjadi jika kamu mengetahui rasa ini.

Aku tidak menyukai pria yang terlalu terbuka pada teman-temannya…. Tentu saja aku belum mengenal karaktermu, tapi aku takut menjadi bahan ceritamu dan teman-temanmu. Itu jauh lebih menyakitkan dari rindu yang tiap malam menghantui tidurku mengenaimu.

Dan, hanya itu yang bisa aku ceritakan kepadamu melalui surat ini. Mudah-mudahan kamu tetap bisa tidur nyenyak dengan hadirnya surat kaleng ini.

Selamat malam, salam buat teman-temanmu yang sangat ‘riuh’ itu…

Dari : aku yang (belum) begitu percaya diri menyukaimu….

No comments:

Post a Comment