28 January 2012

Surat Kaleng untuk @NengApril atau @NengAprilia

Neng

Drugs are a waste of time. They destroy your memory and your self-respect and everything that goes along with your self-esteem.
- Kurt Cobain


Dear @NengApril atau @NengAprilia. Atau apa pun nama Twitter-mu, palsu maupun asli,

Ini memang surat kaleng, tapi isinya bukan ancaman. Jadi kamu tidak perlu takut. Kamu tidak mengenal saya, dan kita tidak perlu bertemu. Yang pasti, kamu jauh lebih terkenal dari saya - meskipun melalui peristiwa yang sangat tidak mengenakkan.

Anggaplah saya sebagai orang yang bersimpati pada peristiwa kecelakaan besar itu. Saya mengerti, orang waras mana pun tidak akan ada yang ingin menabrak orang sampai mati. Jangankan manusia, kucing pun tidak ingin ada yang menabraknya. Ironisnya, orang lebih takut melindas kucing ketimbang menabrak manusia. “Bisa bawa sial”, kata orang. Sebagai pencinta anjing, buat saya itu mitos. Hehe. (Maaf, saya tidak boleh tertawa ya?)

Oh ya, Ani (begitu nama panggilanmu, bukan?). Saya sampai lupa menanyakan: Bagaimana kabarmu? Bagaimana keadaan ibu dan keluargamu? Pastinya mereka masih sangat bingung ya? Saat-saat seperti ini, yang paling terpukul biasanya orang yang terdekat dengan kita. Orang-orang yang sayang kepada kita. Bukan kita. Tapi berita yang saya baca beberapa hari yang lalu, dikatakan bahwa kamu sangat kurang tidur. Semoga saat surat ini saya tulis, kamu sudah berhasil tidur - setidaknya untuk beberapa jam.

Neng,

Orang tidak akan mau tahu bagaimana keadaan keluargamu dan apa alasanmu untuk memakai narkoba. Pasti kamu punya alasan yang kuat untuk itu. Mungkin kamu butuh pelarian? Entahlah. Siapa yang perduli, bukan?

Dunia memang kejam, Neng. Buat mereka, kamu itu pembunuh. Memang kamu membunuh, tapi kamu bukan pembunuh. Orang-orang yang mencaci kamu mungkin lupa akan sesuatu yang bernama “takdir”. Kalian semua yang terlibat dalam “Tragedi Tugu Tani” memang sudah ada yang menggariskan untuk berada di sana pada saat itu. Kita tidak pernah tahu maksud Tuhan. Kita tidak pernah tahu berapa lamanya kita hidup di bumi.

Tapi sebenarnya kemarahan mereka itu karena mereka perduli dengan kelangsungan hidup para keluarga korban yang ditinggal mati saat kecelakaan maut itu. Yang kehilangan tulang punggung keluarga, misalnya. Dan mereka, maksud saya: kami, bertanya: Sampai sejauh mana kamu akan bertanggung jawab? Siapa yang akan mengisi perut mereka yang lapar nanti?

Saya punya dua orang teman yang meninggal karena over-dosed, Ani. Dan itu kematian yang bodoh. Padahal yang terbunuh adalah dirinya sendiri. Di kasus kamu, yang mati adalah orang lain. Seberapa menyesalnya kamu, saya tidak tahu. Tuhan yang tahu hati manusia.

Mungkin yang paling kamu sesali adalah kecerobohanmu, bukan kebiasaanmu yang buruk, apalagi kematian para korban. Maafkan sekali lagi, kalau saya salah.

Dari fotomu, kamu terlihat seperti sosok yang periang dan baik hati. Pasti temanmu banyak. Aku yakin itu. Tapi semoga nanti sekeluarnya kamu dari lembaga pemasyarakatan, kamu lebih berhati-hati dalam berteman. Carilah teman yang tidak mengajak dan tidak mau kamu ajak untuk melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Kamu masih muda. Hidupmu masih panjang. Usiamu baru 29 tahun. Kejadian ini mungkin sudah menorehkan arang di namamu dan keluarga, tapi tidak ada hal yang tidak bisa diperbaiki kan?

Saya tahu bahwa kamu pernah menjadi kebanggaan orangtuamu. Ibumu, terutama. Kamu rajin mengaji dan taat beragama. Kamu ingat bagaimana bangganya ibumu saat itu? Mengutip perkataan Ibu Hartini, istri ketua RT di tempat kamu tinggal, “Ibunya tinggal sendiri menanggung beban ini semua, jadi ya semoga diberikan ketabahan.”

AMIN.

Ani,

Menilik dari nama Twitter-mu, mungkin kamu lahir di bulan April. Tapi aku tidak pasti, karena sepertinya nama aslimu adalah Afriyani Susanti. Apapun, kedua orangtuaku juga lahir di bulan April. Memang orang-orang April kebanyakan keras kepala. Gunakan kepalamu yang keras itu untuk hal-hal yang baik, dan bukan sebaliknya. Gunakan kekerasan untuk kebaikan, bukan untuk melawan - terutama melawan sisi putih kita.

Terus terang dalam penulisan surat ini, saya mencari tahu tentang kamu melalui internet. Lalu saya ketahui bahwa kecelakaan itu terjadi karena kamu “salah mengambil keputusan”. Saat itu seharusnya kamu menginjak rem, dan bukan menginjak gas. Terima kasih karena telah mengingatkan kepada saya bahwa keputusan dan pilihan “sekecil” apapun dapat fatal akibatnya.

Saya tahu kamu bukan Power Ranger yang bisa berubah, tapi setidaknya berusahalah menjadi lebih baik dari Ani yang kemarin. Tidak perlu menjadi alim - seperti kesan yang menempel di kepala orang-orang di sekitarmu sebelum kejadian ini - tapi setidaknya kembali menjadi kebanggaan ibumu.

Kamu pasti bisa.

1 comment:

  1. aku juga bersimpati sama neng april..
    ternyata ga cuma aku.
    menurutku jadikan ini pelajaran buat semuanya, jangan jadikan pelampiasan emosi...

    ReplyDelete