TENTANG MENJADI SUAMI ISTRI
Hai Rizki, kaget nggak dapat surat kaleng lagi? Semoga terbiasa.
Rizki, beberapa hari yang lalu aku pernah membaca twitmu tentang  ingin segera menikah dan betapa kamu akan langsung suka dengan seorang  perempuan apabila ia berkata ingin menikah muda. Twit itu membuat aku  berpikir, berpikir lebih banyak. Segampang itukah menikah?  Semembahagiakan itukah menikah? Ini hanya pernyataan skeptisku saja.  Mungkin aku terlalu banyak menerima berita duka tentang kegagalan  berumah tangga, tapi aku juga yakin, di luar sana malah mungkin lebih  banyak pernikahan yang bahagia. 
Yang aku pelajari tentang menjadi suami istri dari Ayah-Ibuku adalah:
Setiap  pagi, secara otomatis tanpa mengeluh, beliau menyeduhkan kopi untuk  ayah sebelum berangkat bekerja. Ayah selalu menyisakan kopinya setengah  cangkir untuk dihabiskan oleh ibu sebagai semangat untuk menunaikan  tugasnya sebagai Ibu Rumah Tangga setelah Ibu mencium tangan Ayah yang  pamit pergi bekerja, ayah tidak lupa mengecup kening ibu dan  anak-anaknya. 
Menjadi suami istri bukan suatu kompromi, suami  istri menciptakan kepentingan bersama. Saling menemukan atas kehilangan,  mendapatkan kemenangan setelah merasakan kalah, Padanya kita dapat  menemukan sesuatu yang tersembunyi dalam diri kita.
Menjadi suami istri bukan berdasarkan cinta yang  menggebu dan menggelora. Ketika sudah menjadi suami istri, aku yakin  tidak ada rasa kangen yang menggebu, tapi lebih ke sebuah perasaan  kehilangan yang timbul dari dalam atau entah darimana datangnya, apabila  dia tidak ada di samping kita. Bukan lagi gelora yang tak tertahankan  tapi gairah halus yang dibangkitkan oleh aroma tubuh yang begitu akrab  dan sentuhan kulit di atas ranjang yang begitu dikenal setiap lekuknya.
Menjadi suami istri itu berarti saling menjaga. Kita  merasa aman dalam genggamannya, dalam dekapannya. Merasa nyaman. Merasa  yakin bahwa semua akan ditanggung bersama, baik susah maupun suka.
Menjadi suami istri adalah sebuah kebiasaan. Dengan  menjalani sisa hidup berdua, kita menjadi terbiasa bangun dari tempat  tidur yang sama, terbiasa menghirup udara yang sama, terbiasa minum dari  gelas yang sama, terbiasa menunggu untuk makan malam bersama, terbiasa  pergi setiap pagi dengan kepastian akan bertemu lagi pada akhir hari.
Kebiasaan-kebiasaan yang mengalir begitu saja, seperti kebiasaan matahari menyapa embun pagi yang bertengger di dedaunan. 
Sudah  siapkah menjadi suami istri, yakinkah diri kita untuk menerima segala  kekurangan dan kelebihan dia. Yakinkah suatu saat kita tidak saling  membenci apabila salah satu dari kita berbuat salah, karena ini akan  menjadi sekali dalam seumur hidup.
Semoga suatu hari aku yakin akan semua itu kepada kamu, sebelum terlambat.
Love,
SeseorangYangInginMenjalaniSis aHidupnyaBersamamuTetapiBelumC ukupYakin
No comments:
Post a Comment