28 January 2012

Surat Kaleng untuk @SutradaraTop

TENTANG MENJADI SUAMI ISTRI

Dear Rizki Saputra @SutradaraTop, 

Hai Rizki, kaget nggak dapat surat kaleng lagi? Semoga terbiasa.

Rizki, beberapa hari yang lalu aku pernah membaca twitmu tentang ingin segera menikah dan betapa kamu akan langsung suka dengan seorang perempuan apabila ia berkata ingin menikah muda. Twit itu membuat aku berpikir, berpikir lebih banyak. Segampang itukah menikah? Semembahagiakan itukah menikah? Ini hanya pernyataan skeptisku saja. Mungkin aku terlalu banyak menerima berita duka tentang kegagalan berumah tangga, tapi aku juga yakin, di luar sana malah mungkin lebih banyak pernikahan yang bahagia. 

Yang aku pelajari tentang menjadi suami istri dari Ayah-Ibuku adalah:

Setiap pagi, secara otomatis tanpa mengeluh, beliau menyeduhkan kopi untuk ayah sebelum berangkat bekerja. Ayah selalu menyisakan kopinya setengah cangkir untuk dihabiskan oleh ibu sebagai semangat untuk menunaikan tugasnya sebagai Ibu Rumah Tangga setelah Ibu mencium tangan Ayah yang pamit pergi bekerja, ayah tidak lupa mengecup kening ibu dan anak-anaknya. 

Menjadi suami istri bukan suatu kompromi, suami istri menciptakan kepentingan bersama. Saling menemukan atas kehilangan, mendapatkan kemenangan setelah merasakan kalah, Padanya kita dapat menemukan sesuatu yang tersembunyi dalam diri kita.

Menjadi suami istri bukan berdasarkan cinta yang menggebu dan menggelora. Ketika sudah menjadi suami istri, aku yakin tidak ada rasa kangen yang menggebu, tapi lebih ke sebuah perasaan kehilangan yang timbul dari dalam atau entah darimana datangnya, apabila dia tidak ada di samping kita. Bukan lagi gelora yang tak tertahankan tapi gairah halus yang dibangkitkan oleh aroma tubuh yang begitu akrab dan sentuhan kulit di atas ranjang yang begitu dikenal setiap lekuknya.

Menjadi suami istri itu berarti saling menjaga. Kita merasa aman dalam genggamannya, dalam dekapannya. Merasa nyaman. Merasa yakin bahwa semua akan ditanggung bersama, baik susah maupun suka.
Menjadi suami istri adalah sebuah kebiasaan. Dengan menjalani sisa hidup berdua, kita menjadi terbiasa bangun dari tempat tidur yang sama, terbiasa menghirup udara yang sama, terbiasa minum dari gelas yang sama, terbiasa menunggu untuk makan malam bersama, terbiasa pergi setiap pagi dengan kepastian akan bertemu lagi pada akhir hari.

Kebiasaan-kebiasaan yang mengalir begitu saja, seperti kebiasaan matahari menyapa embun pagi yang bertengger di dedaunan. 

Sudah siapkah menjadi suami istri, yakinkah diri kita untuk menerima segala kekurangan dan kelebihan dia. Yakinkah suatu saat kita tidak saling membenci apabila salah satu dari kita berbuat salah, karena ini akan menjadi sekali dalam seumur hidup.

Semoga suatu hari aku yakin akan semua itu kepada kamu, sebelum terlambat.


Love,

SeseorangYangInginMenjalaniSisaHidupnyaBersamamuTetapiBelumCukupYakin

No comments:

Post a Comment