19 January 2012

Hey sky, will you marry me?

kau lihat langit biru? mereka itu aku!



Kepada langit,

Ini surat cinta pertamaku untukmu. Kamu tahu kan, kalau selama ini aku mencintaimu dengan sungguh-sungguh. Aku mengucapkannya setiap waktu, aku bahkan pamer pada siapa saja. Katanya, cinta yang sungguhan, adalah cinta yang tak malu diungkapkan di hadapan dunia. Cinta yang sungguhan, adalah cinta yang mampu membuatmu menanggalkan semua ego. Dan hanya ingin semua orang tahu, bahwa kamu mencintainya. Hingga, tak ada yang berani mencintainya, sebanyak cinta yang kamu punya. Kamu memberinya batasan kepunyaan, ‘dia milikku’.

Dan langit, ‘kamu itu milikku’. Baiklah, anggaplah aku posesif.

***

Aku rasa aku mencintaimu sejak, sejak aku merasa bahwa kamu menyenangkan. Sejak setiap kali aku bahagia atau sedih, kamulah yang pertama kali terpikir untuk kusapa. Birumu, mereka melautkan langit. Mereka pun melautkan aku. Dan ya, kamu diam, kamu hening, kamu mendengarkan dan kamu menenangkan.

Kamu tahu, aku suka warnamu di pukul setengah sembilan pagi di hari yang cerah. Dengan bercak-bercak awan yang melayang. Biasanya, aku akan lari-lari kecil ke halaman, membawa ponselku dan mencoba menangkapmu dengan lensa camera ponsel seadanya. Ah, terkadang aku ingin beli kamera yang keren itu, hanya untuk menyimpanmu pada sebuah gambar yang lebih nyata. Tapi lensa mana yang lebih keren dari ke dua mataku? Dengan ke dua mataku yang bulat besar ini, aku selalu dapat menyimpanmu, di dalam diriku.

***





Cinta yang hebat, adalah yang menyatu dalam senyum dan tawamu. Mereka melebur dalam dirimu. -- falafu




Hey langit,

Oh come on, kenapa aku bisa secinta ini padamu? Kenapa aku selalu terpana setiap kali menatapmu, bahkan tanpa perlu lekat-lekat. Mungkin ini, adalah satu-satunya cinta pada pandangan pertama yang kupercaya ada di dunia. Kamu tahu kan manusia, aku tidak suka mereka yang sering menilai apa-apa dari bungkusnya. Mereka merendahkan isi. Mereka kerap menilai terlalu dini. Dan aku, kamu tahu aku kan, aku adalah pribadi yang tidak ingin repot-repot mencitrakan diriku untuk dicintai oleh cinta yang hobinya mengelupas kulit-kulit permukaan pada diri seseorang. Itu mengapa, aku tidak pernah percaya cinta pada pandangan pertama antar manusia. Setidaknya, sampai saat ini.

***

Kamu tahu langit, semua orang bilang Tuhan ada di atas sana. Lalu entah kenapa aku selalu percaya kau bersahabat dekat denganNya. Itu kenapa setiap kali memandangmu aku tak takut berharap. Kau, bukan cinta yang membuatku mengharap terlalu tinggi lalu takut jatuh tersungkur di suatu hari. Kau, memiliki kepercayaanku secara utuh. Keberanian untuk mencintai.

Kau tahu, biasanya ketika aku mendapatkan hari yang begitu buruk, aku akan memandangmu lalu hatiku akan bilang;

“Lihat Fa, dengan kau berada di bawah biru atap dunia ini, bagaimana mungkin Tuhan tak melihatmu yang tengah kesulitan. Semua akan baik baik saja. Karena kamu, kamu tidak pernah luput dari perhatianNya.” Dan seperti sebuah keajaiban, aku pun akan merasa baikan setelahnya.

***

Bagiku, cinta yang baik itu penyembuh. Mereka yang bisa membuatmu merasa baik-baik saja di tengah hari yang teramat membosankan. Mereka yang akan dengan setia ramah mendengarkanmu ketika semua orang tengah menyebalkan. Ya, bagiku kau punya itu. Kau, selalu baik padaku langit. Kau pun baik pada bintang bintang, kau beri mereka kesempatan untuk benderang. Kau bahkan membiarkan awan-awan menangis sesuka hatinya, membuatmu sering tertutup gumpalan abu-abu sepanjang musim penghujan. Kau, yang melautkan langit, dan kau pun yang mengairi lautan. Kau begitu baik.

Dan hey langit,

Kamu itu juga seperti atap. Bukan hanya atap yang melindungi. Kau atap yang mengajarkan. Kau memperlihatkan padaku bahwa dunia ini ada dalam dua sisi, selalu ada gelap dan terang. Dan bahwa tak ada gelap yang sanggup berlangsung selamanya dan tak ada pula terang yang mampu bertahan selamanya.

Seperti tidak akan ada sedih yang mampu menetap selamanya dalam hidup, begitu pun tidak ada bahagia yang bisa kamu dekap sepanjang hidupmu. Hidup ini bagiku bukan roda seperti kepercayaan orang kebanyakan. Bagiku hidup ini adalah tentang gelap dan terang yang terus mengganti harinya.

Kita, hanya tengah saling bergantian mendapatkan sinar. Kita pun hanya tengah bergantian menjalani malam. Dan bukankah malam, mereka pun mampu indah karena ada bintang. Jadi apa yang perlu lagi dikhawatirkan? Tuhan, selalu tahu apa yang kamu butuhkan. Hal-hal yang pada “akhirnya” akan membuatmu bahagia.

Kau mengajarkan padaku, bahwa sinar, mereka menjadi lebih berarti ketika aku tengah berada dalam kegelapan. Ya, kau menceritakannya lewat bintang-bintang itu. Seperti hal-hal kecil baik dalam hidup. Mereka yang ketika bahagia, kau bahkan tak sanggup melihatnya.

Darimu aku pun memahami, bahwa bahagia dan sedih, bukan hal yang bisa jatuh begitu saja dalam hidupmu, mereka adalah hal yang harus kamu percayai ada.

Kamu percaya kamu tengah bahagia apa pun keadaanmu, maka kamu akan menjadi manusia yang penuh syukur. Tetapi ketika kamu percaya hidupmu menyedihkan, maka kamu akan menjadi manusia yang lekat dengan ratapan, bahkan ketika kamu bukan seorang yang tengah dekat dengan kelaparan.


***


Dan langit, aku (akan) mencintaimu. Selalu.
Bahkan tanpa perlu kau cintai kembali J


Yang mencintaimu dengan sungguh-sungguh,

fa


Ps: Suatu hari kelak Tuhan, akan mengirimkan padaku pria, yang (berani) mencintaiku dengan sungguh-sungguh.



Oleh:

Diambil dari: http://mangkokata.blogspot.com

No comments:

Post a Comment