19 January 2012

Variatio 5. a 1 ô vero 2 Clav.

Untuk Vikingfjord yang tinggal di dalam cangkang telur rapuh –di atas bara pandai besi,



Gelas – gelas kopi yang kosong telah kesepian di sudut kamar sejak setahun lalu, menunggu bangkai capung untuk terbang di atasnya sejurus,  kemudian ditarik ajal untuk menukik berenang dalam linangan, dalam genangan, dalam kenangan. Dalam pelimbahanmu yang manis, dalam pelan mencabik dengan tragis tanpa menetes air mata tangis. Masih kuingat kita sering bercakap dulu, lewat bahasa nafas yang kuhembuskan di sekeliling surgamu.

“Mengapa dan untuk apa kemilau yang membikin silau?” tanyaku waktu itu. Kau tak menjawab. Aku juga demikian.  Karena mata dan buih – buih gelora api menjawab lewat mimik, menulis lebih dari kitab tua agama – agama Abrahamik.

“Demi sebuah penerimaan, teruntuk memberi makan jiwa.” Jawabmu kemudian, sambil matamu menghujam mataku berani. Tapi bukan Aku yang Kau lihat, karena pandangmu jauh, jauh dari seonggok daging ditopang rangka dan sangka.

Bagimu, tenggelamnya matari di kaki mega jingga barat, hanya sebuah cerita tak kunjung tandas dari nafsu yang masih akan terus membekas. Menjadi seperti kunang – kunang sekarat yang beterbangan dalam toples kaca, menjadi titik akhir di ujung lingkaran, lalu mati tanpa kuasa. Bergumamlah Aku kemudian, “Abeunt studia in mores.”

Tapi, kemarilah temanku. Ingin kudekap erat Kau. Bukan untuk memisahkan jiwa, tetapi mencabutnya dengan rasa kasih yang tiada.

“Rasa cinta adalah pembunuh yang paling kejam seringkali. Bukan pada khayalak, tapi teruntuk diri sendiri, jauh dulu sedari.” Kataku sambil mengebiri jantungmu ditengah angin musim semi yang berderai, Aku menari di tepi ngarai.





oleh @MungareMike

diambil dari http://mungaremike.tumblr.com/

No comments:

Post a Comment