19 January 2012

Ne!

Teruntuk, Rahne Putri. Suar terang di garis waktuku.

Hari ini kukirimkan kembali surat padamu. Semoga mata indahmu tak jenuh membaca tulisanku yang biasa dan terlalu sederhana. Namun ketahuilah, Ne; dirimu adalah jantung yang mendenyutkan arti; dari sekumpulan aksara mati dalam surat ini.

Ne, setiap kali mendapati potretmu lalu-lalang di linimasa, aku selalu meyakini; mungkin Tuhan mencitrakan engkau, dengan sebaik-baiknya, cinta; pati dari segala surya, cerlang bagi mata yang memandang. Hingga kekagumanku selalu bertambah padamu. Indahmu, selalu menautkanku dalam gambaran penuh pengharapan; untuk menatapmu lebih dekat, dengan lekat.

Meski sejujurnya, perasaanku lebih dari sekadar kekaguman. Aku tak bisa terus-menerus membohongi hatiku. Ne, Aku mencintaimu, dengan segenap asa yang tak terbilang, lewat puisi yang tak tertuliskan.
Walaupun sepenuhnya aku sadar, puisiku jauh dari indah. Namun di dalamnya kusediakan engkau tempat; yang bahkan lebih lapang dari dunia, luas tak berbatas serupa langit. Ne, dari sekian banyak cara meraih bahagia, aku pilih menjadi orang yang kau butuhkan; sebagai cinta. Pada puisi kehidupan yang mengisahkan masa depan, pada semua doa baik tentang kebahagiaan cinta.

Akan tetapi, semua terasa begitu muskil. Bahkan; Tuhan pun mungkin tersenyum dan terbahak. Setiapkali kusebut namamu dalam doa; memintakan takdir yang tak pernah Ia tuliskan. Belum lagi pada mereka-mereka yang memandang; pastilah mencibir, padaku yang tak pandai mengukur bayang-bayang diri.
Aku telah bercermin pada waktu; bukanlah cinta yang menorehkan pilu, tapi hasrat yang terlalu. Serta bukanlah takdir yang memisahkan cinta, tapi kebahagiaan kitalah yang memilih jalannya masing-masing. Aku tak ingin terlalu muluk, serupa pungguk yang mendamba bulan di langit tinggi.

Kita tak lebih dari lembaran kertas polos, bergantian ditulisi takdir, bercerita tentang luka dan bahagia. Dan untuk semua kebaikan cinta yang kelak kau tuju, Ne. Ambillah kebahagiaanku sebagai upahnya. Lalu biarkan semua menjadi kisah yang urung waktu tuliskan.

Cukuplah bagiku, mengagumi indahmu dari kejauhan. Pada semua kata yang kau rangkai dengan indahnya di linimasaku. Karena bagiku, kaulah sejatinya pujangga; ibu dari anak-anak kata, merawat mereka di rumah-rumah puisi, berjaga hingga kelak senja menutup hidup.

Aku akan selalu menantikan puisi-puisi terindahmu, meski mereka bukanlah untukku. Setidaknya aku tahu, bagaimana caramu merindu.

Sesungguhnya cinta tak pernah mengenal kata akhir. Karena baginya, semua adalah awal dari berbagai kebaikan. Aku takkan berhenti mencintaimu. Cinta ini akan selalu mengagumimu. Aku percaya dan meyakini, cinta akan menemukan kebahagiaannya, di hatimu.

Kepercayaan ialah caraku memerdekakan cinta, tumbuh dan berkembanglah, di sepanjang musim yang kau suka. Di sini, aku akan memandangi kuncup-kuncup cintamu dimekarkan waktu. Harum dan mewangi.
Kelak pada akhirnya, semua akan menjadi biasa. Kau bahagia bersama cinta, dan aku merawat luka yang kau tinggalkan begitu saja. Kau takkan mengenali apapun tentangku, kecuali hatiku yang selalu mengenali rindumu, Ne.

Kecup dan peluk, untuk @rahneputri. Rumah yang selalu menjadi tempat bagi rinduku berpulang.


oleh @benjalang

No comments:

Post a Comment