19 January 2012

surat cinta buat makassar

30 Maret, Pensil Berpenghapus, Bunga Matahari dan Film

HARI INI, 30 Maret 2010, langit tampak baik-baik saja. Matanya teduh seolah tak ada yang perlu dia tangisi. Ah, sungguh, ini hari yang baik buat menyatakan cinta, hari yang baik buat merayakan cinta. Karena itu saya menulis surat cinta ini kepadamu.

Awalnya saya ingin menulis surat cinta ini menggunakan pensil. Agar jika kau tak menyukainya kau bisa menghapus kata-katanya dengan mudah. Tapi kemudian saya urung melakukannya sebab saya yakin kau tak akan tega menghapus pernyataan cinta saya. Saya ingin menceritakan satu hal sederhana dan luar biasa. Sederhana dan luar biasa. Tahukah kau bahwa tanggal 30 Maret 1858 seorang bernama Hyman Lipman mematenkan penemuannya yang sederhana dan luarbiasa? Ya, Lipman mematenkan pensil yang dilengkapi penghapus.

Bayangkanlah dunia tanpa pensil! Tanpa pensil mungkin kita tak akan punya masa kecil yang indah dengan lukisan-lukisan seperti mimpi. Tanpa pensil mungkin kita juga tak akan punya masa depan. Lalu bayangkan pensil tanpa penghapus! Pensil tanpa penghapus bukankah seperti kesalahan tanpa maaf? Itulah mengapa saya sebut penemuan Lipman itu sebagai sesuatu yang sederhana dan luarbiasa.

Pensil pulalah yang membuat Vincent Willem van Gogh menjadi begitu terkenal. Kau tahu siapa itu Vincent van Gogh, bukan? Dia seorang penderita epilepsi yang pernah memotong telinganya sendiri, seorang yang menganggap dirinya gila dan menghabiskan sisa usianya di sebuah rumah sakit jiwa. Dia seorang lelaki yang gemar melukis bunga-bunga. Ya, dia memang seorang pelukis yang sangat terkenal. Kau tahu, salah satu lukisannya yang dia beri judul Bunga Matahari dibeli orang dengan harga US$39,85 juta. Tentu saja itu sebuah harga yang sungguh mahal untuk sebuah lukisan. Meskipun mungkin tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan uang rakyat yang dikorupsi segelintir orang di negara kita atau mungkin di provinsi kita ini. Mungkin kau tidak tahu bahwa lukisan itu laku pada tahun 1987, tanggal 30 Maret. Seandainya van Gogh masih hidup di hari itu dia tepat berusia 134 tahun sebab van Gogh memang lahir tanggal 30 Maret.

Saya hampir lupa mengatakannya, sebenarnya selain menulis surat, saya ingin sekali menyatakan cinta dengan bunga. Tetapi, ah, itu sangat klise bukan? Anak-anak muda di kota ini tak senang menyatakan cinta dengan bunga. Mereka lebih senang menyatakan cinta dengan batu. Mereka lebih senang melihat darah daripada wajah bersemu merah karena cinta. Karena itulah mereka begitu sering hadir di layar kaca. Orang-orang yang menonton mereka merasa ngeri. Penonton-penonton itu terus saja bertanya: mengapa mereka menyatakan cinta dengan kemarahan?

Tentu tidak adil semata menyalahkan mereka. Sebab batu-batu yang terlontar itu tentulah ada penyebabnya. Mungkin saja kemarahan mereka disebabkan oleh kita. Namun banyak orang yang tidak mau bersusah-payah mencari penyebab mengapa batu-batu itu terlontar. Sebab orang-orang yang terjebak macet sungguh sudah merasakan hidup sehari-hari yang susah. Maka pertanyaan mereka terus saja tumbuh di kepala mereka. Kenapa anak-anak muda itu suka marah? Kenapa mereka lebih suka merah darah daripada merah cinta? Kenapa?

Bicara soal darah, saya jadi ingat film berjudul Darah dan Doa yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Apakah kau pernah menontonnya, Sayang? Film ini dianggap film pertama yang bercirikan Indonesia. Ini juga film pertama yang disutradarai oleh orang Indonesia asli dan diproduksi oleh perusahaan film milik orang Indonesia. Film itu dibuat pada tahun 1950, lima tahun setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Pengambilan gambar pertamanya dilakukan tanggal 30 Maret. Tanggal bersejarah itulah kemudian yang dijadikan oleh pemerintah Indonesia sebagai tanggal peringatan Hari Perfilman Nasional. Jadi, hari ini kita sedang merayakan Hari Perfilman Nasional.

*

SAYA INGIN kau mengingat hari ini. Meski saya tahu mengingat satu hari di antara banyak hari lain bukanlah pekerjaan mudah. Agar kau semakin mudah mengingatnya, saya ingin mengajakmu menonton sebuah film. Saya ingin melengkapi pernyataan cinta saya dengan sebuah film.

Film ini dibuat oleh sejumlah anak muda yang resah melihat kotanya. Mereka datang dari latar belakang pendidikan dan disiplin ilmu yang bermacam-macam. Mereka datang dari kampus yang berbeda-beda, dari kampus-kampus yang sebagian mahasiswanya senang saling melempar batu. Mereka bekerja selama 5 bulan untuk membuat film ini. Mereka bekerja sama dengan mesra meski usia mereka terpaut angka-angka yang berbeda. Mereka bekerja dan belajar bersama meski mereka datang dari latar belakang ekonomi dan keluarga yang beragam. Ada dua hal yang menyatukan mereka: mereka sama-sama menyukai film dan sama-sama mencintai kotanya.

Mereka telah menghasilkan banyak film, sebagian di antaranya mendapat apresiasi cukup luas. Beberapa karya mereka memenangkan penghargaan di berbagai kota, meskipun kabar perihal apa yang mereka lakukan lebih sering ditenggelamkan oleh kabar demo mahasiswa yang ricuh, pejabat-pejabat yang korupsi, ponsel atau barang impor lain merek terbaru atau gosip-gosip murahan para selebritis.

Kali ini saya ingin mengajakmu menonton film terbaru mereka yang berjudul Aliguka. Tema besar film ini adalah korupsi. Kau tentu sudah tahu bahwa beberapa hari yang lalu diumumkan sekali lagi bahwa negara kita kembali meraih prestasi sebagai negara paling korup di Asia-Asifik. Dan beberapa bulan lalu provinsi kita ini juga disebut-sebut sebagai provinsi terkorup di Indonesia. Ah, sungguh sebuah prestasi yang memalukan! Itulah mengapa anak-anak muda ini membuat film tentang korupsi.

Mungkin film yang mereka buat itu sederhana saja. Tetapi, seperti pensil berpenghapus yang dipatenkan Lipman, bukankah hal-hal luarbiasa justru muncul dari hal-hal sederhana?

Oh, iya, anak-anak muda yang saya ceritakan ini berkumpul dalam sebuah forum yang mereka sebut For Film atau Forum Film Makassar. Kau tahu, hari ini sebenarnya mereka juga sedang merayakan ulang tahunnya, ulang tahunnya yang pertama. For Film itu didirikan tanggal 30 Maret 2009. Mereka merayakan ulang tahun sekaligus merayakan Hari Perfilman Nasional—dan mempersembahkan kado sebuah film, Aliguka.

Dengan film-film yang telah dan kelak mereka buat, mereka berharap menjadi pensil untuk menuliskan semakin banyak surat cinta, sekaligus berharap menjadi penghapus bagi pensil-pensil yang salah tulis.

Dengan karya mereka juga berharap menjadi bunga matahari seperti yang ada dalam lukisan van Gogh. Kau tahu kan bunga matahari itu bunga istimewa? Hanya bunga inilah yang mampu terus menerus menantang matahari, makanya ia dinamakan bunga matahari. Bunga matahari bisa tumbuh di mana saja karena bisa bertahan di segala iklim. Bukan itu saja. Kuaci dan minyak yang dihasilkan dari bijinya mengandung begitu banyak vitamin, mineral dan zat-zat lain yang baik bagi tubuh.

Akar, daun dan bunganya juga mengandung banyak bahan-bahan kimia yang bisa digunakan menjadi bahan kosmetik dan obat-obatan. Bagi bangsa Aztec minyak dari biji bunga matahari penting sekali artinya. Dulu dalam perang jika ada yang terluka, mereka menggunakan minyak itu sebagai obatnya. Ya, dengan menjadi bunga matahari anak-anak muda di For Film memang berharap bisa menyembuhkan luka-luka di kota ini. Entah luka akibat tawuran, penggusuran, atau perang-perang lainnya.

For Film memang kecil dan masih bayi. Tetapi, lihatlah biji bunga matahari! Meskipun kecil ada begitu banyak hal berguna yang dikandungnya. Saya tahu di kota ini ada begitu banyak biji-biji bunga matahari yang siap tumbuh menjadi bunga yang indah, berguna dan akan setia menantang matahari.

*

HARI INI, 30 Maret 2010, langit tampak baik-baik saja. Ini betul-betul hari yang baik untuk menyatakan cinta, hari yang baik untuk merayakan cinta. Saya mencintaimu! Sangat mencintaimu! Sangat mencintaimu! Sungguh!

Dari sebuah kamar, 30 Maret 2010



Oleh:

Diambil dari: http://hurufkecil.wordpress.com

No comments:

Post a Comment