19 January 2012

Ukhuwamu Mendekapku

karena beda antara kau dan aku sering
jadi sengketa. karena kehormatan diri sering kita tinggikan di atas kebenaran. karena satu kesalahanmu padaku seolah
menghapus sejuta kebaikan yang lalu. wasiat Sang Nabi itu rasanya berat
sekali: “jadilah hamba-hamba Allah yang
bersaudara”. mungkin lebih baik kita berpisah sementara, sejenak saja
menjadi kepompong dan menyendiri
berdiri malam-malam, bersujud dalam-
dalam. bertafakkur bersama iman yang
menerangi hati.

hingga tiba waktunya menjadi kupu-kupu
yang terbang menari melantun kebaikan di antara bunga, menebar keindahan pada dunia lalu dengan rindu kita kembali ke dalam dekapan ukhuwah
mengambil cinta dari langit dan
menebarkannya di bumi dengan persaudaraan suci; sebening prasangka, selembut nurani, sehangat semangat, senikmat berbagi, dan sekokoh janji.

* * * *

Salah satu yang pernah ditulisnya mengenai persaudaraan. ‘dalam dekapan ukhuwah’ judulnya. ukhuwan (persaudaraan) itu tak cuma diukirnya melalui tutur aksara. tak pula hanya dengan ucap siram rohani.

Seperti enggan melewatkan pemanfaatan tiap kemajuan teknologi komunikasi, ia pun menguntainya dalam jejaring sosial bersimbol burung pembawa pesan. tak pernah dibatasi siapapun menguntitnya, mengikuti setiap kata yang dikirimnya hanya dengan beberapa ratus karakter. kalau aku percaya: mulutmu harimaumu, maka darinya aku pun belajar tahu bahwa tuturku perangaiku serta pikirku penenangku.

Bukan soal seberapa besar beban yang terpikul di pundak. tak juga mengenai rezeki tersendat yang terasa. atau tentang peluh yang berakhir air mata. namun sosok itu mengajarkan aku dan ribuan pengikut (follower) lainnya bahwa bukan Tuhan yang tak adil. melainkan aku saja yang terlalu bebal menangkap dimana letak keadilan itu. sebab tak peduli bagaimana hidup memperlakukanku, tapi yang penting bagaimana aku memperlakukan hidup.

Ia bilang: lelah & payah, perih & sedih,
luka & kecewa, hilang & kurang, sempit & sakit; jadilah kebaikan dalam iman & senyum Ar Rahman. Yang kutangkap, dalam syukur semua terasa cukup dan nikmat.

Yeah, walau sukar tapi memang nikmat sekali ketika dapat mengucapkan kepada siapapun yang kita kasihi: aku menyayangimu karenaNya.

Guru (baca: ustadz) Salim, kita tak saling kenal. kau tokoh dan aku penonton. teruslah berlakon menebar ilmu dari langitNya. sebab masih banyak yang ingin kusaksikan dari pertunjukkanmu yang disutradarai DIA, dzat yang maha Besar, ini.

Terimakasih akhi, atas dekapan ukhuwahmu. Untukku, untuk kami, untuknya, untuk semua… :)


Barakallah ustdaz, akhi @salimafillah


ditulis oleh @diniharis



No comments:

Post a Comment