18 January 2012

Love at The First Show


Halo Sasina, 

Mudah-mudahan kita masih sempat bercengkerama di tahun-tahun akhir gw ini. Ah! Mungkin gw egois mencampakkan lo dua tahun lalu, maaf. Kalau boleh membela diri, hal tersulit dalam hidup adalah memilih. Terdengar sederhana sebenarnya: hanya memilih, apa sulitnya? Memilih satu di antara dua yang menurut gw sama-sama berharga. Setiap pilihan mempunyai ‘kenyamanan’ masing-masing sesuai dengan penyajian yang nantinya disuguhkan. 

Love at the first show, I mean.. 
Hmm, ada yang bilang ‘kalau cinta tak harus memiliki’. Dulu, gw sama sekali menganggap kalau itu hanya angin lalu, shit lah! Gimana caranya, lo cinta, tapi tanpa memiliki? Gw percaya bahwa karma semacam ini hanya akan terjadi di sinetron, telenovela, dan drama-drama romantis korea. Bagaimana dengan dunia nyata? Kalau Tuhan menjodohkan, pasti akan dipertemukan suatu saat nanti, meskipun harus—terpaksa—dipisahkan terlebih dahulu untuk sementara waktu. 

2008—2010, Tuhan menakdirkan kita berjarak, membiarkan kita saling memupuk rindu di tahun-tahun itu. Betapa romantisnya ya, Pencipta kita. Lalu, setelah tumpukan rindu hampir tumpah, Tuhan lantas mempersilakan kita untuk saling berdampingan di 2011. Bahkan, hingga tulisan ini gw buat. Kita masih duduk bersama: memuja cinta di antara nada.

Terima kasih, lo hadir di saat gw mengidamkan kehangatan sebuah keluarga, juga saat gw butuh dekapan erat dari ‘sesuatu’ seperti lo. Gw sangat beruntung, masih sempat mengenal lo sedekat sekarang. Kalau ada kata yang lebih dari ‘alhamdulillah’, pasti akan gw ucapkan begitu kita dipertemukan. Sungguh! Terima kasih karena lo bukan pembalas dendam kesumat atas apa yang pernah gw lakukan sebelum ini. 

Gw hampir lupa, ternyata saat ini 2012. Biasanya, empat tahun adalah waktu yang diidam-idamkan sebagian orangtua, sebagai tahun kelulusan putra/putrinya. Mengapa? Karena—kadang-kadang—putra/putrinya malah menginginkan masa hidup yang lebih lama. Sebut saja gw, salah satu contoh oknum yang berpikir demikian

Siapa sih yang menginginkan berpisah dengan keluarga? Memangnya ada ya, orang yang dengan cuma-cuma rela meninggalkan hanya demi sesuatu yang cukup prinsipiil—dalam keadaan masih cinta? Yaa, mungkin ada sih, satu atau dua, sisanya pergi dengan usaha keras mem-brain wash otaknya sendiri agar ‘rela’; berusaha memunculkan alasan-alasan manis yang masuk akal. Ya, okelah..

Di tahun terakhir gw ini—(sembari menghela napas)―gw hanya bisa menemani seperti biasa, bercengkerama dengan orang-orang di lingkaran kita, dan tetap menjalin kasih lewat nada. Oh iya, gw juga tak jarang menyelipkan isyarat doa, semoga album kita segera berjaya, dan pecinta setia Sasina selalu menghadirkan kita di sela-sela simfoni hidupnya.

Mudah-mudahan kali ini Tuhan memisahkan kita dalam keadaan yang sama-sama ‘siap untuk ditinggal-dan meninggalkan’. Supaya kita lega jiwa raga. Baiklah, lebih baik gw sudahi saja, gw tak ingin berlama-lama bercerita hingga air mata berhasil menundukkan sisi melancholia kita. 

Sampai bertemu di 16 dan 17 Februari, ya, Sasina :) 


had a glass to much love of Sasina, 
IDHA 
untuk @sasina_



oleh @idhaumamah untuk @sasina_
diambil dari http://idhaumamah.blogspot.com/2012/01/tentang-sasina.html

No comments:

Post a Comment